Selasa, 28 Februari 2012

Tartib Dan Tata Cara Membaca Ratib Al-Haddad



Membaca Ratib al-Haddad dengan tata cara yang telah dicontohkan oleh sang penyusun tentunya menjadi lebih sempurna. Sebagaimana telah kami sebutkan dalam bab Ratib al-Haddad bahwa ratib ini dibaca setiap harinya setelah menunaikan shalat isya`, kecuali di bulan Ramadhan ratib ini dibaca sebelum shalat isya` guna mengisi kesempitan waktu menunaikan shalat tarawih.

Mengenai pembacaannya secara berjamaah atau sendiri, tentunya secara berjamaah lebih utama daripada sendiri. Sebagaimana sabda Nabi saw, “Aku lebih mencintai berdzikir kepada Allah swt bersama sekelompok kaum setelah shalat shubuh hingga terbitnya matahari daripada dunia seisinya.”

Dalam hadits lain Beliau saw bersabda, “Aku lebih mencintai duduk bersama sekelompok kaum berdzikir kepada Allah swt setelah shalat ashar hingga terbenamnya matahari daripada memerdekakan empat orang budak.”

Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian melewati taman-taman surga, maka nikmatilah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu taman-taman surga?” Rasulullah menjawab, “Halaqu dzikir (sekelompok orang yang duduk melingkar).”

Kemudian, mengenai keutamaan berdzikir secara sirr (suara pelan) atau jahr (suara keras) adalah sebagai berikut : Berdzikir dengan sirr tentunya lebih utama bagi mereka yang khawatir terkena riya`, atau takut mengganggu orang yang sedang shalat, dan lain sebagainya. Jika keadaan di atas dapat dihindari, maka berdzikir dengan jahr tentunya lebih utama, karena di dalamnya terkandung amal yang lebih luas, bermanfaat bagi orang lain, serta dapat menggoreskan kesan yang lebih kuat pada hati orang yang berdzikir dan orang-orang yang mendengarkannya.

Akan tetapi bagi hati yang lemah, yang belum dapat berdzikir dengan hudhur (dengan penuh konsentrasi), yang belum dapat menghayati dzikirnya, maka dzikir sebaiknya diamalkan dengan sirr sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Nabi saw, “Sebaik-baik dzikir adalah (yang diamalkan) dengan suara pelan.”

Maka jelaslah bahwa masing-masing memiliki kelebihan tersendiri tergantung pada keadaan pribadi orang yang berdzikir. Mereka yang hendak berdzikir seyogyanya memilih mana diantara keduanya yang lebih mendatangkan maslahat, lebih sesuai kebutuhan, dan lebih cocok dengan keadaan.

Kemudian, tartib dan tata cara membaca ratib ini adalah sebagai berikut : Para jamaah berkumpul membentuk shaff dan menghadap kiblat. Dan bagi yang memimpin ratib duduk menghadap para jamaah seperti yang dilakukan imam dalam shalat seusai salam. Pemimpin ratib kemudian membukanya dengan pembacaan surat al-Fatihah, ayat kursi, dan (“..aamanar rasul.. hingga akhir) secara jahr, dan para jamaah membacanya secara sirr. Kemudian membaca dzikir-dzikir yang ada dalam ratib mulai dari dzikir yang pertama hingga dzikir yang terakhir dengan suara keras secara bersama-sama atau bergantian.

Kemudian membaca dua kalimat tahlil “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah” dengan satu nafas. Paling sedikitnya dibaca sebanyak dua puluh lima kali. Dengan demikian, genaplah kalimat tahlil tersebut dibaca lima puluh kali. Hendaknya pembaca ratib tidak membacanya kurang dari dua puluh lima kali, dan tidak ada batasnya jika ingin menambahnya lebih dari dua puluh lima kali, walau dibaca sebanyak ribuan.

Kemudian kalimat tahlil ditutup dengan “Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullahi shallallahu alaihi wasallam… hingga akhir”, dan pemimpin ratib melanjutkannya dengan membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali, al-Falaq satu kali, dan an-Nas satu kali, dengan jahr dan para jamaah dengan sirr.

Kemudian membaca fawatih (fatihah-fatihah) yang ada pada ratib tidak kurang dari empat fatihah, dan boleh menambahnya lebih dari empat fatihah.

Kemudian mengangkat kedua tangannya dan berdoa secara sirr. Jika ada salah seorang saadah yang hadir di majelis ratib tersebut, maka seyogyanya pemimpin ratib memintanya untuk membacakan doa.

Jika tidak, maka pemimpin ratib yang memimpin doa, mendoakan dirinya dan para jamaah, kedua orang tuanya dan orang tua para jamaah, serta seluruh umat Islam. Kemudian membaca doa berikut :



Kemudian membaca dzikir terakhir secara bersama-sama dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Kemudian pemimpin ratib menutupnya dengan ucapan, “Semoga Allah menerima amal kita, dan menjadikannya semata-mata karena-Nya.”



Dan Alhamdulillah, setiap sebulan sekali yang jatuh pada hari Rabu PON waktunya Ba'dal Isya' tepat Majelis Rotib Al-Haddad ini di selenggarakan di rumah Orang Tua saya yang beralamat di Dusun Jenengan RT03 Rw08, Maguwoharjo, Depok, Sleman. Tentunya bersama Habib Abdullah bin Umar Aseggaf dan para jama'ah yang hadir, majelis ini sangat terbuka lebar bagi siapa saja. Sebelum acara pembacaan Rotib tentunya ada acara yang di isi sebelum pembacaan Rotib ini di mulai, yaitu dengan pembacaan Simthudduror(Sholawat) yang mana di iringi oleh grup hadroh EL-QISH. Adapun kenangan yang bisa saya abadikan adalah seperti di bawah ini, dan maaf maaf saya. Hasil foto nya tidak terlalu bagus karena HP yang saya Gunakan hanya Hp biasa bukan Hp yang bagus, tapi kalau ada yang mengasih sih juga ga papa. Dan akan saya terima dengan senang hati. .....hhehhhe


Foto ini saya ambil ketika Majelis ini di laksanakan di Tunjungan, Kalasan. Tentunya dengan Habib Abdullah, namun di saat saya ambil foto ini di saat Tausyiah yang di idi oleh Ust. Tamyis dari Mlangi.


Nah, kalau yang ini saya ambil ketika di rumah saya, tepat nya di Mushola Nurul Hidayah. Selatan Stadion Maguwoharjo persis. Ini hujan deras loo, tendanya pada bocor...hhha tapi ga papa, karena hujan yang turun di saat majelis ini berjalan telah membuktikan bahwa ALLAH SWT memberikan rahmat kepada kita semua.


acara berjalan dengan khitmat, dengan di iringi hujan


yah sambil kehujanan setidak nya bisa mengabadikan foto ini buat kenang-kenangan . hhhhehhe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar